JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, perseteruan antara Sekretariat Jenderal (Setjen) dengan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus dijadikan momentum untuk melakukan reformasi birokrasi di lembaga penyelenggara pemilu. Dualisme di KPU, katanya, tak layak diperpanjang. Pernyataannya ini menanggapi konflik antara Komisioner KPU dengan Setjen yang dianggap melakukan pembangkangan birokrasi. Komisioner merasa Setjen telah menghambat kerja KPU dalam melakukan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2014.
"Jangan ada lagi loyalitas ganda di Setjen. Satu ke departemen (Kementerian Dalam Negeri) asal, dan satu lagi ke KPU," kata Titi dalam diskusi "Setjen vs Komisioner KPU", di Jakarta, Jumat (16/11/2012).
Titi menjelaskan, ketentuan perundang-undangan telah jelas mengatur bahwa Setjen bertugas melayani KPU, sesuai pasal 5 UU Penyelenggara Pemilu. Oleh karena itu, jika Setjen tak melakukannya dapat dianggap sebagai sebuah permasalahan.
"Tidak ada dalam UU, Sekjen bisa mengambil keputusan. Saya melihat ini ada persoalan sejak awal. KPU kan merekrut PNS sendiri, sedangkan Sekjen bukan direkrut sendiri," ujarnya.
Menurutnya, perekrutan pegawai berhubungan dengan loyalitas. Hal itu berdampak pula dengan cara berpikir Setjen yang merasa lebih ahli daripada Komisioner KPU. "Ke depan harus ditanam betul mindset bahwa kesekretariatan itu untuk supporting," kata Titi.
Kurang dukungan
Konflik antara Komisioner KPU dengan lembaga Kesetjenan berawal dari tidak tepat waktunya pelaksanaan tahapan verifikasi partai politik. Komisioner berdalih, segala persoalan disebabkan kurangnya dukungan Setjen. Komisi Pemilihan Umum membutuhkan dukungan personel Sekretariat Jenderal KPU agar proses verifikasi partai politik calon peserta Pemilihan Umum 2014 berjalan lancar. Namun, dukungan tersebut kurang, bahkan kemudian tak ada, sehingga KPU kewalahan menangani verifikasi parpol.
Hal itu dikatakan Komisioner KPU, Ida Budhiati, dalam sidang kode etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta, Jumat (9/11/2012). Ida mengatakan, KPU membutuhkan bantuan 68 personel Setjen KPU untuk verifikasi parpol. Namun kenyataannya, jumlah itu tidak dipenuhi. Ketika hal ini turut dibahas dalam rapat dengar pendapat KPU dengan Komisi II DPR pada 23 Oktober 2012, yang terjadi kemudian justru Setjen KPU menarik personelnya yang semula membantu KPU dalam verifikasi parpol.
Hal itu membuat semua komisioner KPU harus turun tangan meneliti data parpol. Akibatnya, verifikasi administratif parpol tidak dapat diselesaikan tepat waktu sehingga pengumuman hasil verifikasi administratif yang semula dijadwalkan pada 25 Oktober terpaksa diundur menjadi 28 Oktober.
”Dukungan sekretariat tidak optimal. Pendapat saya secara subyektif, telah terjadi pemboikotan pemilu. Ini pembangkangan birokrasi atas proses pemilu,” kata Ida.
Selain itu, menurut Ida, telah terjadi dikotomi komisioner dan Setjen KPU. Hal ini tidak hanya terjadi di KPU pusat, tetapi juga di daerah.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Verifikasi Partai Politik
Editor :
Inggried Dwi Wedhaswary
Anda sedang membaca artikel tentang
Perludem: Saatnya Reformasi Birokrasi KPU
Dengan url
http://manchesterunitedsuporter.blogspot.com/2012/11/perludem-saatnya-reformasi-birokrasi-kpu.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Perludem: Saatnya Reformasi Birokrasi KPU
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Perludem: Saatnya Reformasi Birokrasi KPU
sebagai sumbernya
0 komentar:
Post a Comment