JAKARTA, KOMPAS.com — Ahmad Riyan (10), bocah yang tewas tenggelam pada empang di RT 07 RW 05, Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur, Senin (11/3/2013), merupakan bocah sebatang kara. Sehari-hari ia tinggal menumpang di rumah salah seorang penduduk bernama Satonah (50).
Saat ditemui di rumahnya, Satonah bercerita perihal awal perjumpaannya dengan Ahmad. "Dua bulan lalu dia bertemu anak saya, Adi Bahtiar (14)," kata ibu delapan anak tersebut, Senin sore.
Ketika itu, Adi yang bekerja sebagai tukang parkir memberikan Ahmad roti karena ia kelaparan. Adi juga mengajak Ahmad ke rumahnya. "Besoknya dia datang lagi ke sini," ungkap Satonah.
Pada kunjungan kedua, Satonah menanyakan kepada bocah tersebut perihal keluarganya. Ahmad mengatakan bahwa ia berasal dari sebuah daerah di Sulawesi. Ibu dan ayahnya sudah meninggal, lalu Ahmad dan kakak perempuannya pergi ke Jakarta menggunakan kapal feri.
Di Jakarta, Ahmad sempat tinggal bersama sang kakak dan suaminya yang berprofesi sebagai tukang ojek di daerah Cipinang. Namun tak disangka, sang kakak justru meminta Ahmad pergi dan menyuruh Ahmad hidup sendiri. Karena itulah, Ahmad tampak enggan tiap ditanya mengenai sang kakak.
"Bapak (suami Satonah) pernah ajak dia ke rumah kakaknya karena bingung, kok dia sudah dua bulan tinggal di sini, kakaknya tidak pernah mencari dia. Tapi dia cuma bilang, 'Buat apa, saya kan sudah dibuang'," ulang Satonah.
Menurutnya, Ahmad memang memiliki penyakit epilepsi. Pada awal tinggal bersama keluarga Satonah, epilepsi Ahmad sempat kumat, ditandai dengan pingsan dan kejang. Barulah setelah tinggal dengan keluarga Satonah, kondisi Ahmad menjadi sedikit lebih terawat karena Satonah selalu memberinya makan. Padahal, kondisi keluarga Satonah pun tidak bisa dikatakan sejahtera. Perempuan ini hidup dengan delapan anaknya dan hidup dari berjualan jajanan. Adapun suaminya tidak memiliki pekerjaan.
Meski kondisi keluarganya sederhana, Satonah tidak menunjukkan tanda-tanda terbebani oleh kehadiran Ahmad selama dua bulan. Malah, ia sempat memuji bocah itu sebagai anak yang baik dan tidak pernah membuat masalah. "Anaknya tidak nakal. Kemarin saya ke Surabaya 20 hari untuk menikahkan anak, dia ditinggal sama anak saya yang besar juga baik-baik saja," kata Satonah.
Ia juga tak segan menyebut bahwa keluarganya sudah menganggap Ahmad seperti bagian dari keluarga mereka. Satonah memberi contoh, saat Ahmad ribut kecil dengan putri bungsu Satonah, suaminya justru membela Ahmad. "Di rumah, dia paling dekat sama Adi, makanya tadi Adi nangis-nangis begitu lihat Ahmad sudah meninggal," kata Satonah.
Bukan hanya keluarga, tetangga-tetangga Satonah pun rupanya memiliki pendapat serupa. Bahkan menurut Satonah, begitu mengetahui bahwa Ahmad hidup sebatang kara, para tetangganya tidak segan memberikan mereka baju milik putra-putri mereka yang sudah tak terpakai untuk dipakai Ahmad.
Raut Satonah tampak berubah saat menceritakan pertemuan terakhirnya dengan Ahmad pagi tadi. Ia menceritakan bahwa Ahmad datang untuk meminta makan, tetapi saat itu Satonah belum selesai memasak. "Saya sempat bilang, 'Sebentar ya, Nak, ini masakannya lagi dibumbuin.' Saya pikir dia menunggu makanannya matang, ternyata dia sudah pergi keluar," kata Satonah.
Satonah tak menduga bahwa Ahmad akan berendam di empang bersama beberapa temannya, sampai kemudian seorang teman Ahmad datang ke rumahnya dan mencari Ahmad. "Waktu ditanya saya jawab, 'Lho, tadi kan main.' Baru tiba-tiba saya dikasih tahu lagi kalau dia sudah mengambang di empang," ungkap Satonah.
Mendapati kondisi Ahmad, putra sulung Satonah bernama Syaiful segera mengambil tubuh Ahmad dan mendapati bocah malang itu tak lagi bernapas. Penyakit epilepsi Ahmad diduga kambuh sehingga ia sempat tenggelam dan tewas.
Selain Satonah, seorang pemilik warung bernama Martulih (51) pun sempat bertemu dengan Ahmad beberapa saat sebelum ia tewas. "Dia sempat mampir beli air teh. Saya bilang ke dia, 'Daripada beli teh, lebih baik beli biskuit, nanti minumnya minta di sini.' Dia terus kelihatan bingung, tapi beli teh juga akhirnya," kata Martulih seraya menyebut bahwa Ahmad kerap mengemis di daerah RS Harapan Indah.
Martulih sama sekali tak mengetahui bahwa itulah kali terakhir ia bertemu bocah tersebut. "Enggak lama, tahu-tahu ada yang bilang kalau dia meninggal," ujar Martulih.
Jenazah Ahmad kini dibawa ke RSCM untuk pemeriksaan lebih lanjut. Satonah pun menyimpan harapan agar keluarganya bisa memakamkan Ahmad. Namun, ia masih menyisakan sedikit keraguan akan niatnya tersebut. "Ya kan kasihan kalau terlalu lama di RSCM. Cuma kalau dikuburkan, takutnya ada keluarganya yang menuntut, jadi ya kami serahkan ke polisi saja," ungkap Satonah.
Anda sedang membaca artikel tentang
Bocah yang Tewas di Empang Itu Diusir Keluarganya
Dengan url
http://manchesterunitedsuporter.blogspot.com/2013/03/bocah-yang-tewas-di-empang-itu-diusir.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Bocah yang Tewas di Empang Itu Diusir Keluarganya
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Bocah yang Tewas di Empang Itu Diusir Keluarganya
sebagai sumbernya
0 komentar:
Post a Comment