Powered by Blogger.

Popular Posts Today

Ini Film Indonesia yang Ditonton Presiden Jokowi

Written By Unknown on Saturday, December 6, 2014 | 9:49 AM


Palembang - Meski disibukkan dengan tugasnya sebagai kepala negara, Presiden Joko Widodo tetap menyempatkan diri untuk menikmati film-film karya anak bangsa.


Dalam sambutannya di malam penganugerahan Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) 2014 di Palembang, Sumatera Selatan, Jokowi membuktikan bahwa dirinya menonton film Indonesia dengan menyebutkan sejumlah judul film yang dibintanginya.


"Tadi waktu naik ke atas panggung, saya mengingat-ingat Film Indonesia yang tahun ini, tahun kemarin saya tonton. Saya ingat lagi, pertama Manusia Setengah Salmon, Comic 8, Malam Minggu Miko dan kasih banyak lagi," kata Jokowi, Sabtu (6/12).


Jokowi kembali memberi bukti bahwa dirinya memang kerap menonton film di bioskop. Kata Jokowi, hari Sabtu malam adalah waktu ia menonton film.


"Kalau enggak percaya nonton jam 9 atau jam 11 pas malam minggu," kata Jokowi dan disambut tepuk tangan oleh para tamu FFI 2014.


Beberapa tamu lantas menanyakan di mana bioskop yang biasa Jokowi kunjungi. Sayangnya Jokowi tidak menjawab pertanyaan tersebut.


Penulis: Rizky Amelia/JAS


9:49 AM | 0 komentar | Read More

Perppu Kegentingan MK



Oleh Mohammad Fajrul Falaakh

DALAM studi perbandingan konstitusionalisme, khususnya jurisprudence of constitutional review, kehadiran Mahkamah Konstitusi pada tahap awal memang selalu mengundang kontroversi.


Di kawasan Asia Pasifik, MK Korea Selatan merupakan salah satu contoh yang mengemuka. Akan tetapi, tragedi (mantan) Ketua MK Akil Mochtar tertangkap tangan menerima suap di rumah dinas serta diduga mengonsumsi narkotika dan bahan adiktif di kantor menempatkan Indonesia pada peringkat aneh.


Sebagai barang impor, transplantasi MK di Indonesia tak disemaikan secara baik. Dua di antara bahan racikan penting yang hendak dibenahi adalah perekrutan dan pengawasan hakim konstitusi. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) akan digunakan mengatur MK dalam kegentingan.


Desain perbaikan itu belum jelas. Namun, sistem perekrutan hakim MK memang menjauh dari standar internasional, demikian pula sistem pengawasannya, tanpa peran preventif-eksternal lembaga konstitusi. Aspek pertama sudah saya sampaikan dalam makalah kepada lembaga kepresidenan melalui Dewan Pertimbangan Presiden (2008). Sikap MK terhadap aspek kedua pun sudah saya kritisi (Kompas, 11/7 dan 4/9/2006).


Perekrutan

Standar internasional perekrutan hakim, misalnya Basic Principles on the Independence of the Judiciary (Resolusi PBB 1985 Nomor 40/32 dan Nomor 40/146) dan Beijing Statement of Principles of the Independence of the Judiciary in the Law Asia Region (1997), menuntut perekrutan hakim sebagai berikut.


Pertama, calon hakim memiliki integritas dan kemampuan dengan kualifikasi dan pelatihan yang layak.

Kedua, sumber perekrutan bervariasi, yaitu hakim karier, pengacara, dan akademisi, tetapi sebaiknya lebih banyak dari karier.

Ketiga, tidak ada satu cara tunggal untuk merekrut hakim. Namun, perekrutan itu harus menjamin kebebasan motivasi yang tidak tepat: tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik atau lainnya, asal-usul sosial, kekayaan, dan kelahiran atau status.


Keempat, jika proses perekrutan melibatkan eksekutif dan atau legislatif, politisasi harus dikurangi. Seleksi oleh suatu komisi yudisial merupakan metode yang dapat diterima, dengan catatan hakim dan pengacara terlibat secara langsung atau tak langsung dalam prosesnya.


Berbeda dari perekrutan hakim agung yang melibatkan Komisi Yudisial, perekrutan sembilan hakim MK ditentukan lebih umum melalui model split and quota dengan memberi jatah Presiden, DPR, dan MA ”memajukan” tiga hakim.

Tiga lembaga berkuasa menentukan hakim konstitusi. UU MK 2003/2011 hanya menentukan prinsip bahwa pencalonan dilakukan secara transparan dan partisipatif, sedangkan pemilihan dilakukan secara akuntabel tetapi pengaturannya diserahkan kepada masing-masing lembaga.


Sejak awal DPR melakukan perekrutan secara terbuka. Berarti kewenangan memajukan hakim konstitusi bukanlah prerogatif DPR, MA, ataupun presiden. Syarat transparansi dan akuntabilitas perekrutan juga menegaskan bahwa pengajuan hakim konstitusi oleh ketiga lembaga itu bukanlah prerogatif. Jadi, prinsip dasar untuk mengurangi politisasi perekrutan yudikatif diharapkan dapat dihindari meski pihak legislatif dan eksekutif terlibat dalam proses tersebut.


Namun, MA tak pernah transparan, presiden mengumumkan pencalonan tanpa transparansi hasil seleksinya pada tahun 2008 dan tanpa transparansi lagi pada perekrutan tahun 2010 dan 2013, sedangkan keterbukaan perekrutan oleh DPR hanya untuk melegitimasi penjatahan hakim konstitusi bagi sejumlah anggota Komisi III (2003, 2008, 2009, 2013). Hasil akhirnya adalah dominasi ”koalisi pendukung presiden” di tubuh MK.


Perekrutan yudikatif mengalami politisasi dalam bentuk kooptasi yudikatif oleh koalisi dan distribusi kepentingan sesuai konfigurasi politik di Komisi III DPR. Pada zaman Presiden Soeharto digunakan konsep negara integralistik untuk mendudukkan hakim agung melalui clearance dari kepala negara. Kini digunakan formula ”koalisi pemerintahan presidensial”. Dapat dipahami bahwa gagasan negara hukum (dalam arti konstitusionalisme, bukan rechtsstaat atau rule of law) selalu tertatih-tatih.


Revisi UU

Tanpa amandemen konstitusi, revisi UU KY dan UU MK dapat mengatur perekrutan hakim konstitusi dengan memerankan KY sebagai panitia seleksi. Presiden, DPR, dan MA sudah terbiasa dengan seleksi hakim agung oleh KY. Ketiganya dapat memilih calon-calon yang lolos seleksi KY. Cara ini menguatkan peran KY, menghindari penunjukan anggota partai di DPR, oleh presiden ataupun oleh atasan (MA), dan menyumbang independensi MK.


Sejak dini, MK menolak pengawasan eksternal oleh lembaga konstitusi sekalipun. Putusan MK Nomor 005/PU-IV/2006 memberangus kewenangan KY untuk mengawasi hakim konstitusi. MK menyatakan bahwa hakim konstitusi berbeda dari hakim selain di Indonesia karena hakim konstitusi bukan profesi tetap, melainkan hakim karena jabatannya. Padahal, hakim adalah jabatan kenegaraan dan hakim MA juga berasal dari kalangan nonkarier.


MK mengulang sikapnya dengan membatalkan keanggotaan unsur KY dalam majelis kehormatan MK berdasarkan UU Nomor 8/2011 (Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011). Atas nama konstitusi, MK menerapkan pengawasan eksternal pada hakim agung, tidak pada dirinya.


Tautologi MK itu irasional dan inkonstitusional. Akibatnya, hakim MK ”harus tertangkap tangan dulu” agar fungsi pengawasan represif-internal oleh majelis kehormatan bekerja. Fungsi preventif-eksternal, bahkan sekadar internal, tidak ada sama sekali.


Sebaiknya KY juga diperankan secara preventif, bukan hanya represif, dalam pengawasan hakim konstitusi. Setelah usia pensiun hakim konstitusi dinaikkan 70 tahun, melebihi jabatan kenegaraan mana pun, malah model pemakzulan presiden juga layak diterapkan atas MK.


Kalau MK dibubarkan, masih ada beragam institutional design lain untuk melakukan constitutional review.


Mohammad Fajrul Falaakh, Dosen Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta




Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:




9:26 AM | 0 komentar | Read More

Sharp Gelar Nobar Film "Doraemon"

Written By Unknown on Friday, December 5, 2014 | 9:49 AM


Jakarta - Lebih dari empat dasawarsa mendampingi masyarakat melalui produk-produk elektronik berkualitas, PT Sharp Electronics Indonesia (SEID) menggencarkan strateginya untuk memperkuat posisi sebagai merek Jepang di Indonesia. Memanfaatkan momen dirilisnya film "Doraemon Stand by Me", SEID menggelar acara nonton bareng penayangan perdananya dengan para konsumen setia SHARP di Blitzmegaplex, Jakarta, Jumat (5/12).


Direktur SEID untuk Divisi Sales, Branding, dan Customer Satisfaction, Takaya Wakasumi, mengatakan, sejak awal tahun ini, pihaknya mendapuk tokoh kartun Doraemon sebagai ikon dari kampanye regionalnya yang diberi nama LOVE.LIFE. Kampanye ini mewakili keinginan Sharp untuk mempersembahkan produk dan layanan yang dapat mendekatkan setiap anggota keluarga (LOVE) dan membuat hidup mereka lebih bersemangat (LIFE).


"Selain Indonesia, kampanye ini juga menjadi taktik marketing yang digunakan oleh SHARP di negara-negara ASEAN, Asia-Pasifik, Oseania, Timur Tengah, dan Afrika. Doraemon kami gandeng sebagai brand ambassador karena ia dianggap paling pas untuk menggambarkan Sharp. Sosok serba bisa yang mampu mengeluarkan barang-barang unik dan inovatif, serta sangat kental akan citra Jepang," jelas Takaya Wakasumi.


Di Indonesia sendiri, lanjut Wakasumi, merek Jepang sudah lama diakui, dan memang terbukti, sebagai salah satu yang kualitasnya tak perlu dipertanyakan lagi. "Ada anggapan bahwa apapun yang bermerek Jepang pasti bagus. Karena itu, sambil terus berinovasi menciptakan produk-produk terbaik yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, kami juga tak berhenti untuk berusaha melekatkan citra sebagai merek Jepang di hati seluruh konsumen Indonesia. Inilah yang akan membedakan kami dengan para kompetitor, sekaligus membantu memenangi persaingan," tegas Wakasumi.


Di acara tersebut, Sharp juga mengajak serta puluhan anak Panti Asuhan Putra Nusa Jakarta untuk nonton bareng premier film Doraemon.


"Film merupakan salah satu sarana pembelajaran yang baik bagi anak-anak. Doraemon yang ramah dan suka menolong dapat menjadi figur teladan untuk mengajarkan pentingnya persahabatan. Dengan menonton film ini, kami berharap anak-anak mampu menerapkan pesan moral yang dapat dipetik dari cerita dalam film Stand by Me ini, seperti gigih bekerja dan pantang menyerah demi meraih masa depan yang lebih cerah," ungkap Senior General Manager Brand Strategy Group Division SEID, Masahito Matsumura.


Penulis: Feriawan Hidayat/FER


9:49 AM | 0 komentar | Read More

Perppu Kegentingan MK



Oleh Mohammad Fajrul Falaakh

DALAM studi perbandingan konstitusionalisme, khususnya jurisprudence of constitutional review, kehadiran Mahkamah Konstitusi pada tahap awal memang selalu mengundang kontroversi.


Di kawasan Asia Pasifik, MK Korea Selatan merupakan salah satu contoh yang mengemuka. Akan tetapi, tragedi (mantan) Ketua MK Akil Mochtar tertangkap tangan menerima suap di rumah dinas serta diduga mengonsumsi narkotika dan bahan adiktif di kantor menempatkan Indonesia pada peringkat aneh.


Sebagai barang impor, transplantasi MK di Indonesia tak disemaikan secara baik. Dua di antara bahan racikan penting yang hendak dibenahi adalah perekrutan dan pengawasan hakim konstitusi. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) akan digunakan mengatur MK dalam kegentingan.


Desain perbaikan itu belum jelas. Namun, sistem perekrutan hakim MK memang menjauh dari standar internasional, demikian pula sistem pengawasannya, tanpa peran preventif-eksternal lembaga konstitusi. Aspek pertama sudah saya sampaikan dalam makalah kepada lembaga kepresidenan melalui Dewan Pertimbangan Presiden (2008). Sikap MK terhadap aspek kedua pun sudah saya kritisi (Kompas, 11/7 dan 4/9/2006).


Perekrutan

Standar internasional perekrutan hakim, misalnya Basic Principles on the Independence of the Judiciary (Resolusi PBB 1985 Nomor 40/32 dan Nomor 40/146) dan Beijing Statement of Principles of the Independence of the Judiciary in the Law Asia Region (1997), menuntut perekrutan hakim sebagai berikut.


Pertama, calon hakim memiliki integritas dan kemampuan dengan kualifikasi dan pelatihan yang layak.

Kedua, sumber perekrutan bervariasi, yaitu hakim karier, pengacara, dan akademisi, tetapi sebaiknya lebih banyak dari karier.

Ketiga, tidak ada satu cara tunggal untuk merekrut hakim. Namun, perekrutan itu harus menjamin kebebasan motivasi yang tidak tepat: tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik atau lainnya, asal-usul sosial, kekayaan, dan kelahiran atau status.


Keempat, jika proses perekrutan melibatkan eksekutif dan atau legislatif, politisasi harus dikurangi. Seleksi oleh suatu komisi yudisial merupakan metode yang dapat diterima, dengan catatan hakim dan pengacara terlibat secara langsung atau tak langsung dalam prosesnya.


Berbeda dari perekrutan hakim agung yang melibatkan Komisi Yudisial, perekrutan sembilan hakim MK ditentukan lebih umum melalui model split and quota dengan memberi jatah Presiden, DPR, dan MA ”memajukan” tiga hakim.

Tiga lembaga berkuasa menentukan hakim konstitusi. UU MK 2003/2011 hanya menentukan prinsip bahwa pencalonan dilakukan secara transparan dan partisipatif, sedangkan pemilihan dilakukan secara akuntabel tetapi pengaturannya diserahkan kepada masing-masing lembaga.


Sejak awal DPR melakukan perekrutan secara terbuka. Berarti kewenangan memajukan hakim konstitusi bukanlah prerogatif DPR, MA, ataupun presiden. Syarat transparansi dan akuntabilitas perekrutan juga menegaskan bahwa pengajuan hakim konstitusi oleh ketiga lembaga itu bukanlah prerogatif. Jadi, prinsip dasar untuk mengurangi politisasi perekrutan yudikatif diharapkan dapat dihindari meski pihak legislatif dan eksekutif terlibat dalam proses tersebut.


Namun, MA tak pernah transparan, presiden mengumumkan pencalonan tanpa transparansi hasil seleksinya pada tahun 2008 dan tanpa transparansi lagi pada perekrutan tahun 2010 dan 2013, sedangkan keterbukaan perekrutan oleh DPR hanya untuk melegitimasi penjatahan hakim konstitusi bagi sejumlah anggota Komisi III (2003, 2008, 2009, 2013). Hasil akhirnya adalah dominasi ”koalisi pendukung presiden” di tubuh MK.


Perekrutan yudikatif mengalami politisasi dalam bentuk kooptasi yudikatif oleh koalisi dan distribusi kepentingan sesuai konfigurasi politik di Komisi III DPR. Pada zaman Presiden Soeharto digunakan konsep negara integralistik untuk mendudukkan hakim agung melalui clearance dari kepala negara. Kini digunakan formula ”koalisi pemerintahan presidensial”. Dapat dipahami bahwa gagasan negara hukum (dalam arti konstitusionalisme, bukan rechtsstaat atau rule of law) selalu tertatih-tatih.


Revisi UU

Tanpa amandemen konstitusi, revisi UU KY dan UU MK dapat mengatur perekrutan hakim konstitusi dengan memerankan KY sebagai panitia seleksi. Presiden, DPR, dan MA sudah terbiasa dengan seleksi hakim agung oleh KY. Ketiganya dapat memilih calon-calon yang lolos seleksi KY. Cara ini menguatkan peran KY, menghindari penunjukan anggota partai di DPR, oleh presiden ataupun oleh atasan (MA), dan menyumbang independensi MK.


Sejak dini, MK menolak pengawasan eksternal oleh lembaga konstitusi sekalipun. Putusan MK Nomor 005/PU-IV/2006 memberangus kewenangan KY untuk mengawasi hakim konstitusi. MK menyatakan bahwa hakim konstitusi berbeda dari hakim selain di Indonesia karena hakim konstitusi bukan profesi tetap, melainkan hakim karena jabatannya. Padahal, hakim adalah jabatan kenegaraan dan hakim MA juga berasal dari kalangan nonkarier.


MK mengulang sikapnya dengan membatalkan keanggotaan unsur KY dalam majelis kehormatan MK berdasarkan UU Nomor 8/2011 (Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011). Atas nama konstitusi, MK menerapkan pengawasan eksternal pada hakim agung, tidak pada dirinya.


Tautologi MK itu irasional dan inkonstitusional. Akibatnya, hakim MK ”harus tertangkap tangan dulu” agar fungsi pengawasan represif-internal oleh majelis kehormatan bekerja. Fungsi preventif-eksternal, bahkan sekadar internal, tidak ada sama sekali.


Sebaiknya KY juga diperankan secara preventif, bukan hanya represif, dalam pengawasan hakim konstitusi. Setelah usia pensiun hakim konstitusi dinaikkan 70 tahun, melebihi jabatan kenegaraan mana pun, malah model pemakzulan presiden juga layak diterapkan atas MK.


Kalau MK dibubarkan, masih ada beragam institutional design lain untuk melakukan constitutional review.


Mohammad Fajrul Falaakh, Dosen Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta




Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:




9:27 AM | 0 komentar | Read More

Taylor Swift Puncaki Tangga Album Billboard 200

Written By Unknown on Thursday, December 4, 2014 | 9:49 AM


Penyanyi Taylor Swift berhasil naik kembali ke posisi teratas tangga album Amerika Serikat, Billboard 200. Album lagunya, 1989 melompat dari posisi ke-2 peringkat pertama minggu ini. Total penjualan albumnya juga mencapai 339 ribu unit untuk penjualan fisik, lagu digital, dan angka online streaming yang disusun oleh Nielsen SoundScan.


Penentuan urutan tangga album Billboard 200 mingguan yang sebelumnya diukur hanya dengan penjualan album musik AS secara fisik dan digital, sekarang juga mencakup penghitungan lagu-lagu digital. Cara penghitungannya, setiap penjualan 10 lagu digital dianggap sama dengan penjualan satu unit album, dan 1.500 online streaming dihitung sama dengan satu unit album.


Sementara itu, grup acappella Pentatonix naik satu peringkat ke posisi nomor dua dengan album Thats Christmas to Me, yang telah terjual sebanyak 227 ribu unit.


Penyanyi rap Eminem berada di urutan ketiga dengan album ShadyXV yang terjual sebanyak 148 ribu unit. Juara tangga album minggu lalu, boy band asal Inggris One Direction turun ke posisi nomor ke-4 minggu ini, dengan album Four yang hanya terjual 125 ribu unit.


Beberapa album baru lainnya yang masuk dalam daftar 10 teratas Billboard 200 pekan ini, antara lain penyanyi rap Rick Ross di posisi nomor ke-6 dengan album Hood Billionaire, dan penyanyi R&B Beyonce di urutan kedelapan dengan album Beyonce: More Only EP.


Pada grafik lagu digital, lagu Taylor Swift yang berjudul Blank Space memegang posisi teratas dengan penjualan 342 ribu kopi.


Aktris Jennifer Lawrence membuat kejutan berada pada nomor ke-2 dengan lagu ciptaan James Howard Hanging Tree, yang dinyanyikannya dalam film Hunger Games: Mockingjay - Part 1. Lagu Hanging Tree terjual sebanyak 200 ribu kopi digital.



Penulis: /FER


Sumber:AFP, ANT


9:49 AM | 0 komentar | Read More

Perppu Kegentingan MK



Oleh Mohammad Fajrul Falaakh

DALAM studi perbandingan konstitusionalisme, khususnya jurisprudence of constitutional review, kehadiran Mahkamah Konstitusi pada tahap awal memang selalu mengundang kontroversi.


Di kawasan Asia Pasifik, MK Korea Selatan merupakan salah satu contoh yang mengemuka. Akan tetapi, tragedi (mantan) Ketua MK Akil Mochtar tertangkap tangan menerima suap di rumah dinas serta diduga mengonsumsi narkotika dan bahan adiktif di kantor menempatkan Indonesia pada peringkat aneh.


Sebagai barang impor, transplantasi MK di Indonesia tak disemaikan secara baik. Dua di antara bahan racikan penting yang hendak dibenahi adalah perekrutan dan pengawasan hakim konstitusi. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) akan digunakan mengatur MK dalam kegentingan.


Desain perbaikan itu belum jelas. Namun, sistem perekrutan hakim MK memang menjauh dari standar internasional, demikian pula sistem pengawasannya, tanpa peran preventif-eksternal lembaga konstitusi. Aspek pertama sudah saya sampaikan dalam makalah kepada lembaga kepresidenan melalui Dewan Pertimbangan Presiden (2008). Sikap MK terhadap aspek kedua pun sudah saya kritisi (Kompas, 11/7 dan 4/9/2006).


Perekrutan

Standar internasional perekrutan hakim, misalnya Basic Principles on the Independence of the Judiciary (Resolusi PBB 1985 Nomor 40/32 dan Nomor 40/146) dan Beijing Statement of Principles of the Independence of the Judiciary in the Law Asia Region (1997), menuntut perekrutan hakim sebagai berikut.


Pertama, calon hakim memiliki integritas dan kemampuan dengan kualifikasi dan pelatihan yang layak.

Kedua, sumber perekrutan bervariasi, yaitu hakim karier, pengacara, dan akademisi, tetapi sebaiknya lebih banyak dari karier.

Ketiga, tidak ada satu cara tunggal untuk merekrut hakim. Namun, perekrutan itu harus menjamin kebebasan motivasi yang tidak tepat: tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik atau lainnya, asal-usul sosial, kekayaan, dan kelahiran atau status.


Keempat, jika proses perekrutan melibatkan eksekutif dan atau legislatif, politisasi harus dikurangi. Seleksi oleh suatu komisi yudisial merupakan metode yang dapat diterima, dengan catatan hakim dan pengacara terlibat secara langsung atau tak langsung dalam prosesnya.


Berbeda dari perekrutan hakim agung yang melibatkan Komisi Yudisial, perekrutan sembilan hakim MK ditentukan lebih umum melalui model split and quota dengan memberi jatah Presiden, DPR, dan MA ”memajukan” tiga hakim.

Tiga lembaga berkuasa menentukan hakim konstitusi. UU MK 2003/2011 hanya menentukan prinsip bahwa pencalonan dilakukan secara transparan dan partisipatif, sedangkan pemilihan dilakukan secara akuntabel tetapi pengaturannya diserahkan kepada masing-masing lembaga.


Sejak awal DPR melakukan perekrutan secara terbuka. Berarti kewenangan memajukan hakim konstitusi bukanlah prerogatif DPR, MA, ataupun presiden. Syarat transparansi dan akuntabilitas perekrutan juga menegaskan bahwa pengajuan hakim konstitusi oleh ketiga lembaga itu bukanlah prerogatif. Jadi, prinsip dasar untuk mengurangi politisasi perekrutan yudikatif diharapkan dapat dihindari meski pihak legislatif dan eksekutif terlibat dalam proses tersebut.


Namun, MA tak pernah transparan, presiden mengumumkan pencalonan tanpa transparansi hasil seleksinya pada tahun 2008 dan tanpa transparansi lagi pada perekrutan tahun 2010 dan 2013, sedangkan keterbukaan perekrutan oleh DPR hanya untuk melegitimasi penjatahan hakim konstitusi bagi sejumlah anggota Komisi III (2003, 2008, 2009, 2013). Hasil akhirnya adalah dominasi ”koalisi pendukung presiden” di tubuh MK.


Perekrutan yudikatif mengalami politisasi dalam bentuk kooptasi yudikatif oleh koalisi dan distribusi kepentingan sesuai konfigurasi politik di Komisi III DPR. Pada zaman Presiden Soeharto digunakan konsep negara integralistik untuk mendudukkan hakim agung melalui clearance dari kepala negara. Kini digunakan formula ”koalisi pemerintahan presidensial”. Dapat dipahami bahwa gagasan negara hukum (dalam arti konstitusionalisme, bukan rechtsstaat atau rule of law) selalu tertatih-tatih.


Revisi UU

Tanpa amandemen konstitusi, revisi UU KY dan UU MK dapat mengatur perekrutan hakim konstitusi dengan memerankan KY sebagai panitia seleksi. Presiden, DPR, dan MA sudah terbiasa dengan seleksi hakim agung oleh KY. Ketiganya dapat memilih calon-calon yang lolos seleksi KY. Cara ini menguatkan peran KY, menghindari penunjukan anggota partai di DPR, oleh presiden ataupun oleh atasan (MA), dan menyumbang independensi MK.


Sejak dini, MK menolak pengawasan eksternal oleh lembaga konstitusi sekalipun. Putusan MK Nomor 005/PU-IV/2006 memberangus kewenangan KY untuk mengawasi hakim konstitusi. MK menyatakan bahwa hakim konstitusi berbeda dari hakim selain di Indonesia karena hakim konstitusi bukan profesi tetap, melainkan hakim karena jabatannya. Padahal, hakim adalah jabatan kenegaraan dan hakim MA juga berasal dari kalangan nonkarier.


MK mengulang sikapnya dengan membatalkan keanggotaan unsur KY dalam majelis kehormatan MK berdasarkan UU Nomor 8/2011 (Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011). Atas nama konstitusi, MK menerapkan pengawasan eksternal pada hakim agung, tidak pada dirinya.


Tautologi MK itu irasional dan inkonstitusional. Akibatnya, hakim MK ”harus tertangkap tangan dulu” agar fungsi pengawasan represif-internal oleh majelis kehormatan bekerja. Fungsi preventif-eksternal, bahkan sekadar internal, tidak ada sama sekali.


Sebaiknya KY juga diperankan secara preventif, bukan hanya represif, dalam pengawasan hakim konstitusi. Setelah usia pensiun hakim konstitusi dinaikkan 70 tahun, melebihi jabatan kenegaraan mana pun, malah model pemakzulan presiden juga layak diterapkan atas MK.


Kalau MK dibubarkan, masih ada beragam institutional design lain untuk melakukan constitutional review.


Mohammad Fajrul Falaakh, Dosen Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta




Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:




9:26 AM | 0 komentar | Read More

Slank Duet Bareng Jokowi di "Single 'NgeSlank Rame Rame'"

Written By Unknown on Wednesday, December 3, 2014 | 9:49 AM


Jakarta - Setelah sukses mengeluarkan single berjudul "Indonesia Wow" beberapa waktu lalu, group band senior Slank kembali merilis single keduanya bertajuk "NgeSlank Rame-Rame". Tak hanya merilis keduanya itu, Slank juga menamai album barunya sesuai dengan single keduanya itu. Hal itu diungkapkan Bim Bim saat merilis single kedua "NgeSlank Rame-Rame" di Jl. Potlot, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu (3/12).


"Hari ini Slank kembali merilis single keduanya berjudul 'NgeSlank Rame-Rame', dan rencananya single ini juga akan jadi judul album Slank yang baru. Kita kasih nama ini karena Slank ingin orang-orang yang mengartikan sendiri," ungkap Bimbim, drummer Slank.


Lebih lanjut dijelaskan Bimbim, meski sempat tertunda peluncurannya namun ada hal spesial dari single terbaru yang dirilis Slank yakni keterlibatan Presiden Jokowi.


"Single ini yang ciptain gue, dan yang mengaransemen ramai-ramai. Hal yang menarik dari single kedua ini adalah keterlibatan bapak Jokowi yang mengisi suara saat sedang berorasi. Kita kasih disitu karena kita ingin kasih tau bahwa single 'NgeSlank Rame-Rame' adalah gotong Royong. Dan di statement Jokowi ada kata-kata kerja..kerja," lanjutnya.


Sementara vokalis Slank, Kaka, menyatakan band-nya punya visi dan misi mempersatukan kembali masyarakat yang sempat terpecah belah akibat pemilu presiden kemarin.


"Ya pesan yang ingin kita munculkan adalah kita harus kembali bersatu dan bergotong royong membangun negara ini dan dalam single ini kita mau tekankan rasa ber-Bhineka Tunggal Ika nya. Ini penting karena sebentar lagi kita mau menghadapi pasar bebas internasional, kita jangan hanya bisa jago dikandang tapi harus berani keluar juga," tutur Kaka.


Penulis: Chairul Fikri/AF


9:49 AM | 0 komentar | Read More

Film "Kukejar Cinta ke Negeri Cina" Berpesan Pencarian Cinta Sejati

Written By Unknown on Tuesday, December 2, 2014 | 9:49 AM


Jakarta - Berangkat dari pepatah Islam "Kejarlah Ilmu Hingga Ke Negeri Cina", rumah produksi Starvion Plus kembali menghadirkan sebuah film religi bergenre drama romantis berjudul "Kukejar Cinta Ke Negeri Cina". Film yang bercerita tentang pencarian cinta sejati ini diangkat sutradara Fajar Bustomi dari novel laris karya Ninit Yunita. Kisahnya mengawinkan antara sejarah peradaban Tionghoa di Indonesia dan sejarah peradababan Islam di Negeri Tiongkok.


"Film ini adalah sebuah tontonan religi tentang bagaimana kita sebagai manusia harus berusaha mencintai apapun dan siapapun karena Allah. Dan di film ini kita bisa mengambil intisari film ini untuk menebalkan cinta kita kepada Allah SWT, Keluarga serta pasangan kita," ungkap Adipati Dolken saat dijumpai di jumpa pers film di kawasan Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (2/12).


Senada dengan Adipati, Eriska Rein yang memerankan seorang gadis muslim Tiongkok bernama Chen Jia Li juga mengungkapkan bahwa film ini adalah film tentang pencarian cinta sejati seorang manusia terhadap Tuhannya.


"Film ini berusaha menerangkan rangkaian pencarian cinta sejati seorang manusia. Selain itu dalam film ini juga digambarkan bahwa tradisi muslim di Cina ternyata begitu sangat terasa serta dapat mengusik keimanan dan menggugah emosi kita. Karena sebagai negara yang besar, Tiongkok ternyata juga memiliki sejarah peradaban agama Islam yang kental," tutur Eriska.


Selain itu di film ini juga mencoba menggambarkan lokasi-lokasi dimana peradaban Islam baik di Indonesia khususnya kota Semarang dan peradaban Islam di Tiongkok.


"Selain menjelaskan tentang kisah pencarian cinta sejati, alam film ini juga mencoba menerangkan kepada para penontonnya tentang lokasi-lokasi dimana peradaban Islam itu menyebar. Karena selain mengambil setting di Semarang, kita juga mengambil lokasi di negara Tiongkok yang disana ada perabadaban muslimnya," tutur Chand Parwez Servia sebagai produser film ini.


Dikisahkan, seorang pemuda bernama Imam (Adipati Dolken) dan Widya (Nina Zatulini) yang sedang menjalani proses pacaran harus putus akibat kedatangan seorang wanita muslim asal Tiongkok bernama Chen Jia Li (Eriska Rein) yang sedang berlibur ke Semarang untuk melihat peninggalan leluhurnya. Singkat cerita, Chen Jia li yang sedang berlibur ke Indonesia harus pulang ke negaranya karena kakeknya disana tiba-tiba sakit. Hal itu mengharuskan Chen Jia Li harus meninggalkan Imam yang tengah mabuk asmara itu.


Dalam perjalanan ceritanya, Imam yang penasaran dengan Chen Jia Li akhirnya mencoba menyusul pujaan hatinya itu ke negara Tiongkok bersama sahabatnya Billy (Ernest Prakasa). Namun alangkah sedihnya ketika dirinya sampai di negara Tiongkok, Chen Jia Li yang dipujanya itu ternyata sedang di lamar oleh seorang pria bernama Ma Fu Hsien (Mithu Nisar). Alangkah sakit dan sedihnya Imam ketika mengetahui hal itu.


Dari situ dirinya berusaha mencari cara bagaimana agar Chen Jia Li dan Ma Fu Hsien tidak berjodoh dan membatalkan pertunangannnya itu. Namun tiba-tiba, Widya yang masih mencintai Imam pun menyusul Imam ke Tiongkok untuk
memperjuangkan cintanya itu, Widya berusaha meyakinkan Imam dengan menggunakan hijab seperti yang dikenakan Chen Jia Li. Dari situ konflik bermula, Apakah Imam mampu menggagalkan pertunangan Chen Jia Li dan Ma Fu Hsien atau akhirnya Widya yang berhasil mengembalikan Imam dalam pelukannya lagi. Semuanya dapat disaksikan dalam film "Ku Kejar Cinta Ke Negeri Cina" yang akan mulai tayang di bioskop tanah air mulai 4 Desember 2014 mendatang.


Penulis: Chairul Fikri/AF


9:49 AM | 0 komentar | Read More

Demi Keluarga, Denny Sumargo Rela Tak Ambil "Job" Akhir Tahun

Written By Unknown on Monday, December 1, 2014 | 9:49 AM


Jakarta - Bagi sebagian pelaku industri hiburan, akhir tahun biasanya dimanfaatkan untuk mencari job. Selain untuk melewati pergantian tahun bersama, bayaran yang diterima para selebriti berkali lipat. Namun hal itu tak berlaku bagi Denny Sumargo yang akan melewati libur akhir tahunnya bersama sang mama. Hal itu diungkapkan mantan atlet Basket itu saat ditemui di jumpa pers film "Danau Hitam" di Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (1/12).


"Rencana akhir tahun ini mau menemani mama melewatkan akhir tahun. Karena mama kan tinggal sendiri, jadi paling libur akhir tahun ini planning-nya mau menyekar ke makam ayah terus temanin mama. Ya kan nggak bagus juga kerja terus. Harus ada penyeimbang antara kerja dan keluarga," ungkap pria kelahiran Luwuk, Banggai, 11 Oktober 1981 itu.


Lebih lanjut Denny juga siap memberikan hadiah spesial bagi sang mama jelang hari ibu, meski Denny masih merahasiakan hadiah yang akan diberikannya kepada ibunya.


"Yang jelas gue akan kasih kado spesial. Kalau kadonya apa lihat saja nanti, kalau diomongin di sini nanti bocor dan nggak jadi spesial lagi. Yang jelas gue akan selalu belajar dari mama yang dengan tegar membimbing anak-anaknya sampai sekarang bisa seperti ini," tutupnya.


Penulis: Chairul Fikri/AF


9:49 AM | 0 komentar | Read More

Perppu Kegentingan MK



Oleh Mohammad Fajrul Falaakh

DALAM studi perbandingan konstitusionalisme, khususnya jurisprudence of constitutional review, kehadiran Mahkamah Konstitusi pada tahap awal memang selalu mengundang kontroversi.


Di kawasan Asia Pasifik, MK Korea Selatan merupakan salah satu contoh yang mengemuka. Akan tetapi, tragedi (mantan) Ketua MK Akil Mochtar tertangkap tangan menerima suap di rumah dinas serta diduga mengonsumsi narkotika dan bahan adiktif di kantor menempatkan Indonesia pada peringkat aneh.


Sebagai barang impor, transplantasi MK di Indonesia tak disemaikan secara baik. Dua di antara bahan racikan penting yang hendak dibenahi adalah perekrutan dan pengawasan hakim konstitusi. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) akan digunakan mengatur MK dalam kegentingan.


Desain perbaikan itu belum jelas. Namun, sistem perekrutan hakim MK memang menjauh dari standar internasional, demikian pula sistem pengawasannya, tanpa peran preventif-eksternal lembaga konstitusi. Aspek pertama sudah saya sampaikan dalam makalah kepada lembaga kepresidenan melalui Dewan Pertimbangan Presiden (2008). Sikap MK terhadap aspek kedua pun sudah saya kritisi (Kompas, 11/7 dan 4/9/2006).


Perekrutan

Standar internasional perekrutan hakim, misalnya Basic Principles on the Independence of the Judiciary (Resolusi PBB 1985 Nomor 40/32 dan Nomor 40/146) dan Beijing Statement of Principles of the Independence of the Judiciary in the Law Asia Region (1997), menuntut perekrutan hakim sebagai berikut.


Pertama, calon hakim memiliki integritas dan kemampuan dengan kualifikasi dan pelatihan yang layak.

Kedua, sumber perekrutan bervariasi, yaitu hakim karier, pengacara, dan akademisi, tetapi sebaiknya lebih banyak dari karier.

Ketiga, tidak ada satu cara tunggal untuk merekrut hakim. Namun, perekrutan itu harus menjamin kebebasan motivasi yang tidak tepat: tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik atau lainnya, asal-usul sosial, kekayaan, dan kelahiran atau status.


Keempat, jika proses perekrutan melibatkan eksekutif dan atau legislatif, politisasi harus dikurangi. Seleksi oleh suatu komisi yudisial merupakan metode yang dapat diterima, dengan catatan hakim dan pengacara terlibat secara langsung atau tak langsung dalam prosesnya.


Berbeda dari perekrutan hakim agung yang melibatkan Komisi Yudisial, perekrutan sembilan hakim MK ditentukan lebih umum melalui model split and quota dengan memberi jatah Presiden, DPR, dan MA ”memajukan” tiga hakim.

Tiga lembaga berkuasa menentukan hakim konstitusi. UU MK 2003/2011 hanya menentukan prinsip bahwa pencalonan dilakukan secara transparan dan partisipatif, sedangkan pemilihan dilakukan secara akuntabel tetapi pengaturannya diserahkan kepada masing-masing lembaga.


Sejak awal DPR melakukan perekrutan secara terbuka. Berarti kewenangan memajukan hakim konstitusi bukanlah prerogatif DPR, MA, ataupun presiden. Syarat transparansi dan akuntabilitas perekrutan juga menegaskan bahwa pengajuan hakim konstitusi oleh ketiga lembaga itu bukanlah prerogatif. Jadi, prinsip dasar untuk mengurangi politisasi perekrutan yudikatif diharapkan dapat dihindari meski pihak legislatif dan eksekutif terlibat dalam proses tersebut.


Namun, MA tak pernah transparan, presiden mengumumkan pencalonan tanpa transparansi hasil seleksinya pada tahun 2008 dan tanpa transparansi lagi pada perekrutan tahun 2010 dan 2013, sedangkan keterbukaan perekrutan oleh DPR hanya untuk melegitimasi penjatahan hakim konstitusi bagi sejumlah anggota Komisi III (2003, 2008, 2009, 2013). Hasil akhirnya adalah dominasi ”koalisi pendukung presiden” di tubuh MK.


Perekrutan yudikatif mengalami politisasi dalam bentuk kooptasi yudikatif oleh koalisi dan distribusi kepentingan sesuai konfigurasi politik di Komisi III DPR. Pada zaman Presiden Soeharto digunakan konsep negara integralistik untuk mendudukkan hakim agung melalui clearance dari kepala negara. Kini digunakan formula ”koalisi pemerintahan presidensial”. Dapat dipahami bahwa gagasan negara hukum (dalam arti konstitusionalisme, bukan rechtsstaat atau rule of law) selalu tertatih-tatih.


Revisi UU

Tanpa amandemen konstitusi, revisi UU KY dan UU MK dapat mengatur perekrutan hakim konstitusi dengan memerankan KY sebagai panitia seleksi. Presiden, DPR, dan MA sudah terbiasa dengan seleksi hakim agung oleh KY. Ketiganya dapat memilih calon-calon yang lolos seleksi KY. Cara ini menguatkan peran KY, menghindari penunjukan anggota partai di DPR, oleh presiden ataupun oleh atasan (MA), dan menyumbang independensi MK.


Sejak dini, MK menolak pengawasan eksternal oleh lembaga konstitusi sekalipun. Putusan MK Nomor 005/PU-IV/2006 memberangus kewenangan KY untuk mengawasi hakim konstitusi. MK menyatakan bahwa hakim konstitusi berbeda dari hakim selain di Indonesia karena hakim konstitusi bukan profesi tetap, melainkan hakim karena jabatannya. Padahal, hakim adalah jabatan kenegaraan dan hakim MA juga berasal dari kalangan nonkarier.


MK mengulang sikapnya dengan membatalkan keanggotaan unsur KY dalam majelis kehormatan MK berdasarkan UU Nomor 8/2011 (Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011). Atas nama konstitusi, MK menerapkan pengawasan eksternal pada hakim agung, tidak pada dirinya.


Tautologi MK itu irasional dan inkonstitusional. Akibatnya, hakim MK ”harus tertangkap tangan dulu” agar fungsi pengawasan represif-internal oleh majelis kehormatan bekerja. Fungsi preventif-eksternal, bahkan sekadar internal, tidak ada sama sekali.


Sebaiknya KY juga diperankan secara preventif, bukan hanya represif, dalam pengawasan hakim konstitusi. Setelah usia pensiun hakim konstitusi dinaikkan 70 tahun, melebihi jabatan kenegaraan mana pun, malah model pemakzulan presiden juga layak diterapkan atas MK.


Kalau MK dibubarkan, masih ada beragam institutional design lain untuk melakukan constitutional review.


Mohammad Fajrul Falaakh, Dosen Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta




Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:




9:26 AM | 0 komentar | Read More

"Running Man" Kembali Sapa Singapura

Written By Unknown on Sunday, November 30, 2014 | 9:49 AM


Singapura - Para anggota Running Man, Ji Suk-jin, Kim Jong-kook, Song Ji-hyo, Lee Kwang-soo, dan HaHa mengatakan, senang bisa kembali di Singapura, saat konferensi pers, Jumat (28/11), menjelang temu dan sapa penggemar, Sabtu (29/11) di The Star Performing Arts Centre.


Ini akan menjadi peristiwa kedua bagi fans mereka di sini. "Makanan besar. Singapura adalah negara yang indah dan saya sangat senang berada di sini lagi!", kata HaHa.


Kim menyetujui pendapat rekannya dengan menggambarkan Singapura sebagai "kota yang indah" di mana "orang-orangnya benar-benar menyenangkan", dan di mana "cuaca baik".


Song mengatakan, dia cukup beruntung untuk tiba lebih awal dan mendapat kesempatan untuk melakukan sedikit tamasya.


"Aku benar-benar bersenang-senang. Ada banyak hal untuk dilihat. Aku pergi ke akuarium dan itu benar-benar menarik!" kata aktris itu sambil menyeringai.


Running Man, sebuah variety show permainan yang melihat kontestan yang mencoba untuk bermain lebih bagus dan mengecoh satu sama lain dalam berbagai tantangan, telah terus menjadi salah satu acara yang paling populer di Asia sejak debutnya pada 2010, berkat pemeran yang menarik serta terus-menerus dalam format dan jajaran bintang tamu yang berkembang.


Ditanyakan episode mereka yang paling berkesan, Kim mengatakan, itu tidak mungkin untuk memilih karena "setiap episode itu sangat berarti".


Sementara, HaHa mengatakan, episode pertama dari Running Man tetap hidup dalam pikirannya karena merupakan langkah yang sangat besar bagi para pemain, yang juga termasuk Yoo Jae-suk dan Gary Kang, yang akan absen dari pertemuan penggemar mereka di Singapura.


Kwintet ini akan menghadiri acara tanda tangan di Suntec City pada Sabtu (29/11) sore, sebelum bermain game dengan penggemar dan tampil untuk mereka di satu acara dua jam di malam hari.


Ini akan menjadi pemberhentian terakhir dari tur temu penggemar Race Start Season 2 mereka.


Penulis: /EPR


Sumber:Antara/CNA/AFP


9:49 AM | 0 komentar | Read More

Perppu Kegentingan MK



Oleh Mohammad Fajrul Falaakh

DALAM studi perbandingan konstitusionalisme, khususnya jurisprudence of constitutional review, kehadiran Mahkamah Konstitusi pada tahap awal memang selalu mengundang kontroversi.


Di kawasan Asia Pasifik, MK Korea Selatan merupakan salah satu contoh yang mengemuka. Akan tetapi, tragedi (mantan) Ketua MK Akil Mochtar tertangkap tangan menerima suap di rumah dinas serta diduga mengonsumsi narkotika dan bahan adiktif di kantor menempatkan Indonesia pada peringkat aneh.


Sebagai barang impor, transplantasi MK di Indonesia tak disemaikan secara baik. Dua di antara bahan racikan penting yang hendak dibenahi adalah perekrutan dan pengawasan hakim konstitusi. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) akan digunakan mengatur MK dalam kegentingan.


Desain perbaikan itu belum jelas. Namun, sistem perekrutan hakim MK memang menjauh dari standar internasional, demikian pula sistem pengawasannya, tanpa peran preventif-eksternal lembaga konstitusi. Aspek pertama sudah saya sampaikan dalam makalah kepada lembaga kepresidenan melalui Dewan Pertimbangan Presiden (2008). Sikap MK terhadap aspek kedua pun sudah saya kritisi (Kompas, 11/7 dan 4/9/2006).


Perekrutan

Standar internasional perekrutan hakim, misalnya Basic Principles on the Independence of the Judiciary (Resolusi PBB 1985 Nomor 40/32 dan Nomor 40/146) dan Beijing Statement of Principles of the Independence of the Judiciary in the Law Asia Region (1997), menuntut perekrutan hakim sebagai berikut.


Pertama, calon hakim memiliki integritas dan kemampuan dengan kualifikasi dan pelatihan yang layak.

Kedua, sumber perekrutan bervariasi, yaitu hakim karier, pengacara, dan akademisi, tetapi sebaiknya lebih banyak dari karier.

Ketiga, tidak ada satu cara tunggal untuk merekrut hakim. Namun, perekrutan itu harus menjamin kebebasan motivasi yang tidak tepat: tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik atau lainnya, asal-usul sosial, kekayaan, dan kelahiran atau status.


Keempat, jika proses perekrutan melibatkan eksekutif dan atau legislatif, politisasi harus dikurangi. Seleksi oleh suatu komisi yudisial merupakan metode yang dapat diterima, dengan catatan hakim dan pengacara terlibat secara langsung atau tak langsung dalam prosesnya.


Berbeda dari perekrutan hakim agung yang melibatkan Komisi Yudisial, perekrutan sembilan hakim MK ditentukan lebih umum melalui model split and quota dengan memberi jatah Presiden, DPR, dan MA ”memajukan” tiga hakim.

Tiga lembaga berkuasa menentukan hakim konstitusi. UU MK 2003/2011 hanya menentukan prinsip bahwa pencalonan dilakukan secara transparan dan partisipatif, sedangkan pemilihan dilakukan secara akuntabel tetapi pengaturannya diserahkan kepada masing-masing lembaga.


Sejak awal DPR melakukan perekrutan secara terbuka. Berarti kewenangan memajukan hakim konstitusi bukanlah prerogatif DPR, MA, ataupun presiden. Syarat transparansi dan akuntabilitas perekrutan juga menegaskan bahwa pengajuan hakim konstitusi oleh ketiga lembaga itu bukanlah prerogatif. Jadi, prinsip dasar untuk mengurangi politisasi perekrutan yudikatif diharapkan dapat dihindari meski pihak legislatif dan eksekutif terlibat dalam proses tersebut.


Namun, MA tak pernah transparan, presiden mengumumkan pencalonan tanpa transparansi hasil seleksinya pada tahun 2008 dan tanpa transparansi lagi pada perekrutan tahun 2010 dan 2013, sedangkan keterbukaan perekrutan oleh DPR hanya untuk melegitimasi penjatahan hakim konstitusi bagi sejumlah anggota Komisi III (2003, 2008, 2009, 2013). Hasil akhirnya adalah dominasi ”koalisi pendukung presiden” di tubuh MK.


Perekrutan yudikatif mengalami politisasi dalam bentuk kooptasi yudikatif oleh koalisi dan distribusi kepentingan sesuai konfigurasi politik di Komisi III DPR. Pada zaman Presiden Soeharto digunakan konsep negara integralistik untuk mendudukkan hakim agung melalui clearance dari kepala negara. Kini digunakan formula ”koalisi pemerintahan presidensial”. Dapat dipahami bahwa gagasan negara hukum (dalam arti konstitusionalisme, bukan rechtsstaat atau rule of law) selalu tertatih-tatih.


Revisi UU

Tanpa amandemen konstitusi, revisi UU KY dan UU MK dapat mengatur perekrutan hakim konstitusi dengan memerankan KY sebagai panitia seleksi. Presiden, DPR, dan MA sudah terbiasa dengan seleksi hakim agung oleh KY. Ketiganya dapat memilih calon-calon yang lolos seleksi KY. Cara ini menguatkan peran KY, menghindari penunjukan anggota partai di DPR, oleh presiden ataupun oleh atasan (MA), dan menyumbang independensi MK.


Sejak dini, MK menolak pengawasan eksternal oleh lembaga konstitusi sekalipun. Putusan MK Nomor 005/PU-IV/2006 memberangus kewenangan KY untuk mengawasi hakim konstitusi. MK menyatakan bahwa hakim konstitusi berbeda dari hakim selain di Indonesia karena hakim konstitusi bukan profesi tetap, melainkan hakim karena jabatannya. Padahal, hakim adalah jabatan kenegaraan dan hakim MA juga berasal dari kalangan nonkarier.


MK mengulang sikapnya dengan membatalkan keanggotaan unsur KY dalam majelis kehormatan MK berdasarkan UU Nomor 8/2011 (Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011). Atas nama konstitusi, MK menerapkan pengawasan eksternal pada hakim agung, tidak pada dirinya.


Tautologi MK itu irasional dan inkonstitusional. Akibatnya, hakim MK ”harus tertangkap tangan dulu” agar fungsi pengawasan represif-internal oleh majelis kehormatan bekerja. Fungsi preventif-eksternal, bahkan sekadar internal, tidak ada sama sekali.


Sebaiknya KY juga diperankan secara preventif, bukan hanya represif, dalam pengawasan hakim konstitusi. Setelah usia pensiun hakim konstitusi dinaikkan 70 tahun, melebihi jabatan kenegaraan mana pun, malah model pemakzulan presiden juga layak diterapkan atas MK.


Kalau MK dibubarkan, masih ada beragam institutional design lain untuk melakukan constitutional review.


Mohammad Fajrul Falaakh, Dosen Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta




Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:




9:26 AM | 0 komentar | Read More
techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger